PDM Kabupaten Lampung Barat - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Lampung Barat
.: Home > Sejarah

Homepage

Sejarah



Sejarah Muhammadiyah di Liwa Lampung Barat

 

Sejarah masuk dan berkembangnya Muhammadiyah di Liwa Lampung Barat dicatat oleh M. Arief Mahya, di laman facebook. Catatan itu menjadi bagian dari catatan berjudul “Pergerakan Rakyat di Liwa Tempo Doeloe, yang menceritakan tentang pergerakan rakyat Liwa sejak masa penjajahan Belanda (19250 dampai masa penjajahan Jepang. Meliputi beberapa bagian, yakni pergerakan SI (Merah) di sekitar tahun 1925 yang masuk dari Sumatera Barat, berdirinya Muhammadiyah (sejak 1930) yang berhubungan langsung dengan kepengurusan Muhammadiyah di Cabang Betawi. Selain itu, ditulis pula sejarah masuknya NU sekitar tahun 1936 dan pergerakan politik yakni aktivitas partai-partai politik rakyat sejak 1937 yakni PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) dan GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang kemudian kesemuanya berakhir tahun 1943 ketika Jepang masuk dan menduduki Liwa.

 

Berikut catatan M. Arief Mahya tentang sejarah Muhammadiyah di Liwa.

 

Pada tahun 1930, organisasi Perserikatan Muhammdiyah masuk Liwa. Atas usaha H.Siraj Idris (Dusun Gedung Asin-Liwa), ayah dari M.Arsyad Siraj (Mantan Kepala Negeri Balik-Bukit). Selaku Initiatief-nemer pembentukan Muhammadiyah Liwa itu, H.Siraj Idris berhubungan langsung dengan Pengurus Muhammadiyah Cabang Betawi (sekarang. Jakarta). Maka pada tahun itu datanglah ke Gedung Asin dari Betawi; Kartosudarmo, Suta Laksana dan Jayasukarta, memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan sekaligus meresmikan terbentuknya Muhammadiyah Grup Liwa, yang beranggota baru sebanyak 9 orang saja dengan Pengurus ialah; Dja'far (Dusun Suka Negeri=Kota Liwa Sekarang) selaku Ketua, Abd.Kadir Barlian dan H.Siraj Idris (Dusun Gedung Asin), masing-masing sebagai Sekretaris dan Bendahara yang berkedudukan di Gedung Asin. Dusun Gedung Asin tersebut adalah pernah tempat Pasirah (Kepala Marga) Marga Liwa pada zaman sebelum jabatan Pasirah itu beralih kepada Abd.Rahmat Ulu-Liwa. Pada zaman Kolonial Belanda dan sampai tahun 1944 Marga Liwa termasuk dalam Keresidenan Bengkulu (Benkoelensche-Residentie).

 

Waktu itu semua kampung yang ada di bawah marga di daerah Keresidenan Bengkulu disebut dengan sebutan "Dusun". Kepala Pemerintahnya disebut "Peroatin". Jadi "Dusun" di daerah Bengkulu dulu itu setingkat dengan "Desa" sekarang. Hanya dulu di atasanya ialah "Marga" yang dikepalai "Pasirah". Sekarang telah diseragamkan di atas Desa ialah "Kecamatan" yang dikepalai "Camat". Semua Marga dan Pasirah telah ditiadakan sesuai Undang-Undang Pokok Pemerintahan di daerah, ketentuan peraturan yang sedang berlaku sekarang.

 

Dusun Gedung Asin, Liwa itu dulu tempatnya di atas dataran pada kaki bukit "Sepulang" lebih kurang 600 meter dari kota Liwa sekarang. Dusun itu sudah tidak ada lagi akibat gempa hebat tahun 1933 merubuhkan semua rumah penduduk, maka sejak itu semua penduduk Gedung Asin pindah di sekitar Dusun Pekon-Tengah yang kini telah dijadikan satu Desa dengan nama Desa "Sebarus".

 

Pada tahun-tahun permulaan adanya Muhammadiyah di Liwa itu, pada umumnya penduduk Marga Liwa bahkan penduduk Gedung Asin dan Pekon-Tengah sendiri, banyak belum mau masuk Muhammadiyah itu. Sebab masih diliputi rasa khawatir (Trauma) issu SI Merah sebelumnya seperti tersebut terdahulu. Dan karena Tuan Guru K.H.Abd.Hamid (Penghulu Marga Liwa) penduduk Gedung Asin juga tidak sepaham dengan Muhammadiyah. Beliau adalah penganut paham "Ahlussunnah Wal-Ja ma'ah" yang konsekuen hingga wafatnya. Tetapi beliau adalah seorang Ulama' yang berwibawa besar menjadi panutan kebanyakan ummat Islam bukan saja di Marga Liwa, tetapi juga di seluruh Balik-Bukit zaman itu. Beliau adalah Datuk dari H.Abd.Rahman Raja Pendeta Marga (Pensiunan Peg.Inspeksi Pajak T.Betung) sekarang di Metro. Juga Tuan Guru tersebut, adalah Datuknya Drs.Choirul Tabrani (Ass.Sekwilda Kab.Lampung Utara) sekarang.

 

Demikian Muhammadiyah yang masih dianggap "Kaum Muda" di masa itu bergerak dan melangkah dengan lebih dahulu membuka "Madrasah Muhammadiyah" bertempat di rumah Syahri Suka negeri (Kota Liwa), dengan murid baru sebanyak 20 orang, dimulai dari tahun 1931 dengan Guru pertama kalinya ialah Mu'allim Hidayat (Jawa-Barat), yang khusus ditugaskan oleh Pengurus Muhammadiyah Cabang Betawi untuk menjadi Guru & Meuballigh Muhammadiyah di Liwa. Sebelum itu Guru Idrus di Krui sudah lebih dahulu membuka "Madrasah" di Pahmungan Krui-Pasar.

 

Dari Liwa ada juga anak yang dimasukkan di Madrasah tersebut. Mendengar bahwa telah ada "Madrasah Muhammadiyah" di Liwa, maka Guru Idrus segera memindahkan semua muridnya itu ke Madrasah Muhammadiyah di Liwa dan beliau sendiri turut jadi Guru dan membinanya. Sebelum gempa tahu 1933 terjadi, kebetulan Al-Ustaz K.H.Rais Latief (Pekon-Tengah) ayah dari Sazli Rais (Penyiar TVRI), pulang ke Liwa dari Mesir setelah beliau beberapa tahun belajar ilmu agama; pada Al-Azhar University Kairo, maka beliau langsung turut memperkuat bersama H.A.Murad (Gedung Asin) ex.belajar di Makkah juga menghajar pada madrasah Muhammadiyah di Suka Negeri itu mulai tahun 1932 sampai 1935.

 

Semenjak Madrasah Muhammadiyah itu berkemajuan dengan murid yang bertambah banyak, maka anggota Muhammadiyah Liwa mulai bertambah sehingga mampu membangun rumah sekolah sendiri di Pekon-Tengah.

 

Turut mempera-karsai dan menyemangatkannya Abd.Hadi (Bengkulu) Mubaligh kawakan Muhammadiyah masih famili Hj.Fatmawati (Isteri Bung Karno/Mantan Ibu Negara Pertama). Maka lalu pada tahun 1936 Madrasah itupun dari Suka Negeri dipindahkan di Pekon-Tengah sekaligus berganti Guru dengan Al-Ustaz K.Harun Syarief (Batubrak) abiturien Al-Irsyad Betawi, ayah dari Fauzi Harun (Peg.Diperta Provinsi Lampung), (Peg. RRI Tanjung Karang). Madrasah Muhammadiyah di Pekon-Tengah ini lantas bertambah maju, muridnya kian bertambah banyak tidak saja dari sekitar Marga Liwa tetapi juga dari Belalau, dengan pelajaran 50% agama dan 50% pengetahuan umum di mana selain Bahasa.Arab, juga diajarkan Bahasa Inggris dan Belanda sesuai leerplan "Standaardschool Muhamamdiyah" secara nasional. Kemudian pada tahun 1939 Muhammadiyah Liwa mendapat Tambahan Guru ialah Darussamin Sa'ada (Sum.Barat) abiturien Sumatera Thowalib & Normal-School. Maka status Muhammadiyah Liwa sejak itu ditingkatkan menjadi "Cabang Liwa". Kegiatannya tidak hanya di bidang persekolahan saja tetapi juga menghidupkan kursus-kursus kewanitaan, kepemudaan dan kepanduan serta penyantunan sosial. Konsolidasi organisasi Pemuda Muhammadiyah, 'Aisyiyah dan Nasyiahnya, Pandu "Hizbul-Wathon" (H.W) digerak dan dimajukan. Anggota dan Grup Muhammadiyah sudah ada pada beberapa Dusun baik di Marga Liwa sendiri juga di daerah Belalau dan Sukau.

 

Pada tahun 1939 itu diadakan Konperensi Cabang Ke-I Muhammadiyah Liwa, bertempat di Pekon-Tengah yang dihadiri selain oleh utusan Grup grup juga dihadiri Consul Hoofd-Bestuur Muhammadiyah Daerah Lampung, Palembang & Bangka yang diwakili oleh H.Zen Arifin Ketua Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah (WMPM) dari Palembang, juga utusan Muhammadiyah Krui K.R.Chotman Djauhari serta 1 Pasukan H.W. dari Grup Muhammadiyah Talangparis-Bukit Kemuning (orang-orang Liwa) dipimpin Meneer Sutan Sema'in (Sum.Barat), Guru Ghazali Halim (Sum.Barat) abiturien Sumatera Thowalib serta Idris Mu'in (Gedung Asin-Liwa) datang ke Liwa jalan kaki melalui Kebun-Tebu, Mutaralam (Way Tenong), Dusun Baru, Way Semaka (Belalau) selaku pegembira.

 

Pada tahun 1940 Muhammadiyah Cabang Liwa turut menggembirakan Konperensi Muhammadiyah di Kotabatu (Ranau) dengan 2 Pasukan H.W. Beberapa anggota Muhammadiyah, 'Aisyiyah dan Nasyiah. Dari Krui hadir K.H.Damanhuri.Muhammadiyah Grup Kotabatu (Ranau) waktu itu di tokohi A.Maulana (Kerio Pagar Dewa) dan K.H.Basri (Sukajaya) serta Ishak (Pagar Dewa), dengan Guru & Muballigh Guru Bangsa Raja (Menggala) abiturien Tabligh-School Muhammadiyah Yogyakarta dan Guru Mu'in Ghani (Sum.Barat) abiturien Sumatera Thowalib & Kulliyatul-Mu Ballighien Sum.Barat serta Guru Adli (Pagar Dewa) ex.Malaisia.

 

Pada tahun 1940 itu juga dilangsungkan Konperensi Cabang Ke-II bertempat di Krui-Pasar. Selain dihadiri para utusan Grup, 'Aisyiyah, Pemuda, Nasyiah, Konperensi di Krui itu juga dihadiri langsung oleh R.Z.Fananie (Consul HB Muhammadiyah Daerah Lampung, Palembang & Bangka), sehingga Konperensi berlangsung lebih meriah dan berbobot, dihibur dengan Toneel-opvoering (Sandiwara) oleh para Pemuda Muhammadiyah Krui, mementaskan cerita "Anak orang kaya dan orang miskin" berkesan suggetief supaya Pemuda Indonesia bergairah menuntut ilmu. Dan kalau pada Konperensi Ke-I di Liwa ditampil 2 orang murid memperlihatkan kebolehan murid Muhammadiyah mentilawah Al-Qur;an dan pidato sejarah perjuangan Nabi Saw, maka pada Konperensi di Krui tersebut ditampilkan pula kebolehan murid Wustho Mu'Allimien Muhammadiyah Liwa berpidato dalam bahasa Inggris dan Belanda.

 

Tahun 1941 Konperensi Cabang Ke-III diadakan di Pugung Penengahan (Pesisir Utara Krui) yang berlangsung mulus dan menyenangkan, satu dan lain karena pasirah Pugung waktu itu kebetulan simpatisan muhammadiyah, ialah ayah dari H.A.M.Dulaimi (Mantan Camat Balik-Bukit) sekarang di Yosodadi-Metro. Pasirah Pugung tersebut adalah juga Datuknya Henry Yosodinigrat,SH (Pengacara Kondang) asal Lampung Barat.

 

Memang sebelum Konperensi cabang Ke-II di Krui, tepatnya pada tahun 1939 Muhammadiyah cabang liwa membuka sekolah "Wustho Mu'allimien Muhammadiyah" (onderbouw-Kwewkschool) di kota Liwa, dengan Direktur & Guru vak agama ialah Darussamin Sa'ada. Guru Vakumum (pelajaran-pelajaran: tata negara, algebra, Meetkunde, adryskunde, Dierkunde, Plantkunde, Wetboek van straf-recht, bahasa Inggris dan bahasa Belanda) adalah oleh Meneer Syahar (Sum.Barat) abiturien Mulo Afdeeling B.Sum.Barat. Meneer Syahar sebelumnya itu adalah Pegawai Menengah STANVAC Palembang bergaji 300 gulden/bulan rela minta berhenti dari STANVAC itu, karena demia untuk memajukan WUSTHO MU'ALLIMIEN MUHAMMADIYAH Liwa tersebut, yang oleh Muhammadiyah hanya diberi gaji 40 gulden/bulan plus jaminan makan dan tempat tinggal. Gaji sebegitupun dibayarkan secara cicil-cicilan.

 

Pada akhir tahun 1941 Meneer Syahar pulang ke Sum.Barat, Guru Darussamin Sa'ad kembali ke tempat martuanya di Dusun Tubuhan-Baturaja (Sum.Selatan),Kemudian ke Lampung dan pada tahun 1942 beliau membuka Kursus Mengetik & Boekhouding "DAS "A D" di Tanjung Karang.

 

Dari akhir tahun 1941 sampai tahun 1942 Sekolah Muhammadiyah Liwa tersebut, diasuh oleh K.H. Djafar Dahamin (Dusun Kesugehan, Liwa) eks belajar agama beberapa tahun di Malaysia. Kemudian berganti di asuh oleh K.H.Damanhuri (Lintik-Krui) abiturien Jam'iyatul-Khoir Betawi, bersama K.R.Chotman Djauhari (Pedada-Krui) abiturien TABLIGH-SCHOOL & ZU'AMA MUHAMMADIYAH Yogyakarta. Lalu Sekolah itu dipindahkan jadi satu di Pekon-Tengah pada zaman Jepang itu.

 

Pada tahun 1942-1943 anggota Muhammadiyah telah ada di Sukaraja, Mutaralam (Way Tenong), dengan Pengurus Grupnya di Dusun Karang Agung pernah membuka "Madrasah" juga, meskipun bertempat di kolong rumah penduduk dan bangku mejanya tersebuat dari pelupuh bambu tapi muridnya cukup banyak. Way Tenong di masa itu masih dikelilingi hutan balan-tara dan terisolir. Jalan Raya dari Dusun Baru baru sampai di Way Mengkidik/Way Kabul. Jalan raya Bukitkemuning baru sampai di Bedeng Tinggi dekat Sumber Jaya sekarang.

 

Unsur Pengurus Besar (Hoofd-Bestuur) Muhammadiyah yang pernah ke Liwa dari Yogyakarta ialah K.H.Hisyam. Hal tragis yang menimpa ialah Ketua (Voorzitter) Muhammadiyah Cabang Liwa waktu itu ialah M.Anwar bin M.Amin (Tanjung, Pekon-Tengah) oleh Pasirah dikenakan BPP (Badan Pembantu Perang) Jepang. Dipaksa turut menggali guwa pertahanan Jepang di Branti (Lampung Selatan). Karena kerja berat dan kurang permakanan serta tanpa pengobatan beliau meninggal dunia menyedihkan tahun 1943 itu, diserang sakit keras (muntaber dan kolera).

 

* M. Arief Mahya, ulama, tokoh Lampung asal Liwa.

Sumber: www.facebook.com


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website